Tugas
Pembangunan PERTANIAN
Oleh
AAH NUR HERMAN MARUNTA
D1 a1 10 062
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
SOAL
1.
Tuliskan beberapa konstribusi sektor
pertanian pada perekonomian indonesia ( disertai penjelasan lengkap dan
dukungan data)
2.
Dari beberapa teori yang dipelajari
manakah teori yang relevan dengan kondisi indonesia ( kemukakan alasanya, boleh
lebih 1 teori)
3.
Buat alasan tentang kebijakan pertanian
mencakup
a. Bentuk
kebijakan
b. Masa
berlaku
c. Latar
belakang lahirnya kebijakan
d. Dampak
positif dan negatif dari kebijakan bagi pertanian indonesia
e. Koreksi
kebijakan untuk masa yang akan datang
JAWABAN
A. Kontribusi
Produk contohnya : Penyediaan makanan untuk peduduk, penyediaan bahan baku
untuk industri manufaktur Kontribusi Produk. Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk
sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dengan sector non
pertanian dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh
produk pertanian dari LN seperti buah, beras dan sayuran hingga daging dari
sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami
kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena bahan baku dijual ke luar negeri
dengan harga yang lebih mahal. Struktur tenaga kerja kita sekarang
masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen
(BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05
persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari
1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk
tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62
persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan
konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya
memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu
masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan
dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
B. Kontribusi Pasar negara agraris merupakan sumber bagi
pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian seperti pengeluaran
petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) dan produk konsumsi
(pakaian,mebel, dan lain-lain) Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke
sector non pertanian tergantung dari beberapa hal berikut, yaitu :
·
Pengaruh
keterbukaan ekonomi : Membuat pasar sector non pertanian tidak hanya disi
dengan produk domestic, tapi juga impor sebagai pesaing, sehingga konsumsi yang
tinggi dari petani tidak menjamin pertumbuhan yang tinggi sector non pertanian.
·
Jenis
teknologi sector pertanian : Semakin modern, maka semakin tinggi demand produk
industri non pertanian.
C. Kontribusi Faktor Produksi menyebabkan
Penurunan peranan pertanian dipembangunan ekonomi, maka terjadi transfer
surplus modal dari sector pertanian ke Sektor lain. Kontribusi Faktor Produksi
yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi
volume produksi pertanian adalah Tenaga kerja dan Modal. Di Indonesia hubungan investasi
pertanian dan non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia
pada pinjaman Luar negeri menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi
hal tersebut adalah :
·
Harus ada
surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus
ini harus tetap dijaga dan hal ini juga tergantung kepada factor penawaran
yaitu Teknologi, infrastruktur dan sumber daya manusia dan factor permintaan
seperti nilai tukar produk pertanian dan non pertanian baik di pasar domestic
dan Luar negeri.
·
Petani
harus net savers yaitu Pengeluaran konsumsi oleh petani lebih kecil daripada
produksi
·
Tabungan
petani harus lebih besar dari investasi sektor pertanian.
D. Kontribusi Devisa : Pertanian sebagai sumber
penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekspor produk pertanian
dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Kontribusi Devisa. Kontribusinya melalui 2 cara ,
yaitu :
·
Secara
langsung , dengan mengekspor produk pertanian dan mengurangi impor.
·
Secara
tidak langsung , dengan peningkatan ekspor dan pengurangan impor produk
berbasis pertanian seperti tekstil, makanan dan minuman.
Kontradiksi
kontribusi produk dan kontribusi devisa akan meningkatkan ekspor produk
pertanian, dan menyebabkan suplai dalam negeri berkurang dan disuplai dari
produk impor. Peningkatan ekspor produk pertanian berakibat negative terhadap
pasokan pasar dalam negeri.
Untuk menghindari trade off ini 2 hal yang
harus dilakukan, yaitu :
·
Peningkatan
kapasitas produksi.
·
Peningkatan daya saing produk produk pertanian.
2.
Menurut saya teori yang cocok untuk
Indonesia adalah teori Neo klasik oleh DAVID RICARDO
(1772 - 1823) karena ciri-ciri perekonomian Ricardo sama dengan keadaan Indonesia seperti
sebagai berikut :
a) Jumlah
tanah terbatas.
b)
Tenaga kerja (penduduk) meningkat atau menurun tergantung pada apakah tingkat
upah di atas atau di bawah tingkat upah minimal (tingkat upah alamiah = natural
wage).
c) Akumulasi
modal terjadi bila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik modal berada di
atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan
investasi.
d) Kemajuan
teknologi terjadi sepanjang waktu.
e) Sektor
pertanian dominan.
Dengan
terbatasnya luas tanah, maka pertumbuhan.penduduk (tenaga kerja) akan
menurunkan produk marginal (marginal product) yang kita kenal dengan istilah
the law of diminishing returns. Selama buruh yang dipekerjakan pada tanah
tersebut bisa menerima tingkat upah di atas tingkat upah alamiah, maka penduduk
(tenaga kerja) akan terus bertambah, dan hal ini akan menurunkan lagi produk
marginal tenaga kerja dan pada gilirannya akan menekankan tingkat upah ke
bawah.
Proses
yang dijelaskan di atas akan berhenti jika tingkat upah turun sampai tingkat
upah alamiah. Jika tingkat upah turun sampai di bawah tingkat upah alamiah,
maka jumlah penduduk (tenaga kerja) menurun. Dan tingkat upah akan naik lagi
sampai tingkat upah alamiah. Pada posisi ini jumlah penduduk konstan. Jadi dari
segi faktor produksi tanah dan tenaga kerja, ada suatu kekuatan dinamis yang
selalu menarik perekonomian ke arah tingkat upah minimum.
Pembangunan suatu negara bisa dimulai dari pembenahan
kualitas sumber daya manusia yang ada melalui pembangunan bidang pendidikan,
kesehatan, kesempatan kerja, dan iptek yang kesemuanya akan membentuk suatu
hasil yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dan juga strategi
pembangunan ekonomi Indonesia juga harus memperhatikan pembentukan modal
menanamkan secara seimbang, terarah dan menyebar yang pada akhirnya membawa
efek pertumbuhan ekonomi negara. Ingat 4 faktor yang mempengaruhi pembangunan
ekonomi suatu negara yang diutarakan David Ricardo :Jumlah penduduk, jumlah
modal, luas tanah, dan tingkat teknologi. Pembangunan 4 faktor melalui
perencanaan pembangunan yang diharapkan, akan berefek positif pada pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan yang dapat terus ditingkatkan untuk tahun-tahun
kedepan.
3. A. Bentuk
kebijakan, Masa berlaku, Latar belakang lahirnya kebijakan
1. Kebijakan Pertanian di
Era Orde Baru
·
REPELITA
(Rencana Pembangunan Lima Tahun)
REPELITA adalah Rencana Pembangunan
Lima Tahun yang menjadi kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa Orde Barru
untuk meningkatkan pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi lebih
diutamakan pada pembangunan sektor pertanian. REPELITA sendiri terdiri dari
berberapa tahap yang kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian
Indonesia dengan turut memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan
sektor pertanian seperti sektor industri dan teknologi.
·
Revolusi Hijau
Revolisi Hijau merupakan upaya untuk
meningkatkan produksi biji-bijian dari hasi penemuan ilmiahberupa benih unggul
baru dari beragam varietas gandum, padi dan jagung yang membuat hasi panen
komoditas tersebut meningkat di negara-negara berkembang. Revolusi Hijau dipicu
dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni bagaimana mengupayakan peningkatan
hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan
peningkata produksi pertanian. Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat
juga berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi
sosial-ekonomi mayarakat Indonesia berciri agraris. Oleh karena itu pembangunan
pertanian menjadi sektor yang sangat penting dalam upaya peningkatan
pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut didasari oleh:
·
Kebutuhan penduduk yang
meningkat dengan pesat
·
Tingkat produksi
pertanian yang masih sangat rendah
·
Produksi pertanian belum
mampu memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.
·
Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi
Mengenai perkembangan luas lahan dan
luas produksi padi yang dihasilkan, terlihat bahwa sejak masa Orde Baru
memegang pemerintahan (1966) sampai dengan tahun 1987 luas lahan irigasi
melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4% per tahun. Luas kenaikan
maksimum dicapai pada tahun 1987. tendensi ini diikuti dengan melonjaknya
jumlah produktifitas padi. Pada tahun 1987 produksi padi meningkat hingga 44
juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi yang dicapai ini
diperoleh dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata 1,8.
Mengenai kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha
menjadi 4,5 ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di
negara-negara berkembang dengan Jepang sebagai perbandingan, telah berada di
fase keempat bersama-sama dengan Taiwan. Walaupun demikian masih lebih rendah
Korea dan Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari
Philipina, Laos, Myanmar maupun Vietnam.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa
lahan irigasi memberikan peranan yang besar dalam mencapai swasembada pangan.
Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari lahan beririgasi. Walaupun demikian, bila
melihat perkembangn penduduk, untuk terus mempertahankan swasembada pangan
masih perlu banyak inovasibaru. Perhitungan secara sederhana mengenai luas
lahan beririgasi terus meningkat seirama dengan pertambahan penduduk. Padahal
kalau melihat besarnya derajad irigasi seperti telah diuraikan di atas, peluang
mengembangkan lahan irigasi secara horizontal, terutama di pulau-pulau yang
termasuk dalam grup pertama, nampaknya semakin sempit. Yang menjadi
persoalannya adalah bagaimana menyeimbangkan antar penyediaan sumberdaya air
dari alam dengan kebutuhan air khususnya untuk memproduksi bahan pangan yang
semakin menigkat itu tetapi tanpa merusak kondisi hidrologinya sendiri.
·
BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha
Pertanian
Dalam rangka meningkatkan produk
pertanian, pemerintah Orde Baru melaksanakn program intensifikasi dan
ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak Pelita I dan Pelita-Pelita
berikutnya. Pada waktu itu dilaksanakan program Bimbingan Masal (BIMAS) yang
kemudian berubah menjadi Intensifikasi Masal (INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS)
dan Panca Usaha Pertanian. Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian padi,
dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu Varietas Unggul Baru (VUB) atau High
Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil penelitian International Rice Research
Institute (IRRI).
2. Kebijakan Pertanian di
Era Reformasi
a.
SRI (System of Rice Intensification)
Perkembangan pdi SRI (System of Rice
Intensification) yang terkenal dengan motonya “More Rice with Less Water” atau
hasil beras meningkat dengan penggunaan air yang sedikit, sampai saat ini masih
mengalami kendala teknis dan non teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat
keistimewaan sistem ini, terutama dari segi produktifitas dan efisiensi
pengairan ( yang identik dengan perluasan areal irigasi), beberapa perbaikan
sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat dilaksanakan seluas-luasnya. Berikut
adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan budidaya padi sawah:
·
SRI hanya membutuhkan benih yang
jauh lebih sedikit, yaitu 5-10 kg per-hektar yang berbanding 40-60 kg padi
per-hektar pada sistem konvensional.
·
Produktifitas dengan sistem
SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan B/C rato (perbandingan
nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem konvesional. Hal
ini jelas akan meningkatkan pendaptan petani.
·
Sistem pengairan yang intermitten /
terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro
bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah, baik fisik,
kimia maupun biologi. Hal ini dapat dipercepat apabila pemupukannya menggunakan
pupuk organik. Beberapa artikel penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro
organisme pada tanah yang ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas.
Tentu saja harus diperhatikan pula proses pengembalian serasah padi pada tanah
asalnya.
·
Penggunaan air yang jauh lebih
sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi
pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi.
Dengan demikian SRI sangat menunjang
program ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama ketahanan
pangan (terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak
yang belum mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau). Namun
demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih menghadapi
beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:
· Metode penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit
pertitik tanam dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal ini terutama dialami
pada daerah-daerah yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah seperti ini
adalah daerah yang berada tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh tani
yang bekerja sambilan di kota sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di
daerah yang terpencil dimana jumlah penduduk masih kurang. Selain itu, banyak
pula daerah yang buruh taninya merupakan pendatang musiman yang belum familier
dengan SRI sehingga hasil tanamnya kurang baik. Hal ini tentunya membutuhkan
pembinaan yang lebih cermat.
· Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang
mengeluhkan pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem
konvensional. Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan mendorong benih
gulma tumbuh dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang melalui biji atau
umbi). Oleh karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan pembinaan
pengendalian gulma yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan
utuk menggunakan lalandak dalam mengendalikan gulma).
· SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air
karena belum adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan,
operasional irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar hidrologi yang baku,
sehingga para ahli hidrologi masih belum dapat merencanakan sistem pembagian
air yang ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna mendapatkan
angka koefisien yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut
sistem pertanaman serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain
pihak, sistem pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan
secara optimal sekalipun pada sistem konvensional.
· Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan
pupuk organik dan juga padi Hibrida yang menggunakan sistem pengairan
konvensional yang juga memberikan hasil produksi yang relatif sama, menjadi
pesaing utama bagi pengembangan SRI.
Pada akhirnya, betatapapun banyaknya
kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa penyesuaian budaya, kebijakan
pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan. Yang jelas, dengan kondisi lahan
irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat diharapkan dapat dikembangkan
secara luas terutama pada daerah irigasi yang pemenuhan airnya terbatas seperti
di wilayah-wilayah Timur Indonesia.
b.
Pembangunan Pertanian Lahan
Beririgasi
Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah
No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan
melalui azas partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan hidup, transparan,
akuntabel, dan berkeadilan. kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan
tersebut:
· Partisipatif ; sudah saatnya semua pihak, baik unsur
pemerintah maupun pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A) memiliki dan
mewujudkan azas inisiatif guna mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi
kemanfaatan yang sebesar-besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat
diharapkan terutama pada areal-areal yang merupakan kewenangan daerah (Baca
Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006). Petani melalui P3A dan GP3A, diharapkan
memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola dalam melestarikan kedayagunaan
jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai daerah kewenangannya
bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul dari petani.
· Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses
pemeliharaan pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan
yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi
yang pada akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid. Disini, dituntut
koordinasi dan konsolidasi program antara 4 pemangku kepentingan pembangunan
lahan beririgasi, yaitu Petani (P3A), PU Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, dan Bappeda sebagai motor pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya
dari segi pemanfaatan, akan tetapi juga dari segi pembiayaan operasional dan
pemeliharaan.
· Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan sebagai pemenuhan azas
kelestarian pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya, disini dituntut
pelaksanaan program pemeliharaan yang baik dan terstruktur serta dukungan
program pelestarian sumber daya air itu sendiri yang merupakan wewenang dan tanggung
jawab Ditjen SDA dan Kehutanan. Dari segi teknis pemanfaatan, Dinas Pertanian
dituntut pula melaksanakan sistem pertanian yang mendukung azas pelestarian
lingkungan hidup seperti menerapkan sistem pertanian terpadu, integrasi tanaman
dan ternak, metode budidaya padi organik (melalui metode SRI atau Jajar
Legowo), PHT, dan lain-lain.
· Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan ; poin ini
merupakan hal yang gampang-gampang susah untuk dilaksanakan. Tidak ada kriteria
yang jelas untuk memonitor realisasinya. Paling tidak kita dapat mengharapkan
partisipasi masyarakat petani untuk dapat mengontrol ketiga poin tersebut.
Dengan adanya peraturan ini, petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat
melakukan aksi pengawasan langsung atas proses dan pembiayaan operasi dan
pemeliharaan di wilayah kewenangannya. Azas ini mensyiratkan bahwa proses
pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai hak untuk
menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi, akuntabilitas,
dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.
B. Dampak positif dan negatif dari
kebijakan bagi pertanian Indonesia
1. Dampak
positif
a. Orde Baru
·
Terciptanya kestabilan ekonomi
Indonesia dengan adanya REPELITA
·
Berkembangnya kemampuan petani dalam
hal pengolahan lahan maupun produksi bahan pangan menjadi lebih modern
·
Terjadinya peningkatan produksi
hasil pertanian yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari masalah
kebutuhan pangan dengan menciptakan swasembada pangan
·
Terciptanya kualitas sumber daya
manusia yang lebih kompeten dan menghasilkan
b. Reformasi
Pada program yang dijalankan
pemerintah tentng program SRI dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
·
SRI hanya membutuhkan benih yang
jauh lebih sedikit
·
Produktifitas dengan sistem SRI
telah terbukti secara signifikan meningkat
·
Sistem pengairan yang intermitten /
terputus sampai kondisi tanah kering meretak akan memperbaiki lingkungan mikro
bagi tanah sehingga secara pasti akan memperbaiki kondisi tanah
·
Penggunaan air yang jauh lebih
sedikit dibanding dengan sistem konvensional akan memperbaiki efisiensi
pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi perluasan areal irigasi
Pada kebijakan tentang Pembangunan
Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat beberapa kelebihan di antaranya:
ü Meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada
akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid
ü Semua pihak memiliki dan berkewajiban mengelola dan
memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya
ü Proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani
mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut
transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan
2. Dampak negatif
a. Orde
Baru
ü Timbulnya kesulitan untuk mengatasi dampak dari kemajuan
pengolahan tanaman yang lebih modern
ü Petani menjadi tertinggal kerena kurangnya penyuluhan
pertaniankepada para petani
ü Terjadi keterbelakangan subsektor selain pangan dikarenakan
pemerintah lebih mengutamakan kemajuan dalam produksi tanaman pangan
b. Reformasi
o
Petani belum siap dengan beberapa
kebijkan dari pemerintah yang dianggap terlalu sulit dan merepotkan
o
Dalam permasalahan irigai petani
menjadi kebingungan akibat tidak memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem
pembagian air.
C. Koreksi kebijakan untuk masa yang
akan datang
Permasalahan
yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut sebenarnya menjadi
pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan bagaimana mencari
solusi dari masalah tersebut. Beberapa masalah yang tecipta dari masa Orde Baru
maupun Reformasi sebenarnya memerlukan pemecahan yang cukup sederhana dan dapat
dipahami dengan mudah oleh para petani agar dapat melakukan proses produksi
bahan pangan maupun hasi hortikultura yang dapat meningkatkan kemajun pertanian
Indonesia.
Permasalahan
tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk meningkatkan produksi
padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi SRI yang mampu
menghasilkan padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang sedikit. Hanya
saja dalam penanaman padi SRI ini juga mengalami hambatan dengan kurangnya
buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan sistem padi ini diakibatkan para
petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan menjadikan kegiatan
pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya pengembangan padi SRI menjadi
solusi tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi bagi petani, hanya saja hal
itu harus sejalan dengan kegiatan petani yang lebih fokus pada produktifitas
tanaman-tanaman pangan.
Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan, pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi tanaman.
Pada
kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang bertujuan
meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas tanaman pangan
menuju swasembda pangan mengakibatkan permasalahan pada keterbelakangan
produktifitas subsektor tanaman selain tanaman pangan seperti hortikultura.
Seharusnya peningkatan produktifitas dari tanman pangan juga diimbangi dengan
peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman hortikultura.
( Untuk jawaban saya no 3 bagian A,
B, C saya gabungkan jadi satu bagian )